Beranda | Artikel
Mendulang Faidah dari Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim Alaihis Salam (Khutbah Iedul Adha 1438 H/2017 M)
Senin, 4 September 2017

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَبَعْدُ

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةِ فِي النَّارِ

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd… Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd…

Ma’aasyirol muslimin….hari ini adalah hari kebahagian kaum muslimin di seluruh penjuru dunia…hari lebaran…hari raya…hari bersuka cita…

Semakin indah hari tersebut tatkala kaum muslimin membukanya dengan bersujud di hadapan Ilah Sang Pencipta alam semesta ini…semakin indah tatkala hari tersebut dipenuhi dengan gema takbiran dan sanjungan kepadaNya…

Hari ini adalah hari ‘iedul adha…hari an-nahr yang disebut oleh Allah sebagai al-hajju al-akbar. Hari terbaik sepanjang tahun. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ

“Sesungguhnya hari teragung di sisi Allah ta’aalaa adalah hari an-Nahr” (HR Abu Dawud no 1765 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Karena pada hari ini terkumpulkan banyak sekali ibadah-ibadah yang agung. Bagi para Jamaah haji mereka pada hari ini melempar jamarot, mencukur rambut mereka, menyembelih hewan hadyu mereka, melakukan thowa ifadhoh dan sa’i. Bagi yang tidak berhaji maka pada hari ini mereka melakukan sholat ‘iedul adha dan sebagian mereka menyembelih al-udhiyah (qurban).

Hari yang agung yang kita lalui setiap tahun, selalu mengingatkan kita akan sebuah pengorbanan besar yang dilakukan oleh seorang ayah dan anaknya, yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas salam. Pengorbanan yang luar biasa yang menunjukan ketundukan luar bisa kepada Allah, menunjukan kecintaan yang luar biasa kepada Allah. Kisah pengorbanan mereka berdua yang Allah abadikan dalam al-Qur’an.

            Tatkala Nabi Ibrahim tegak mendakwahkan tauhid, maka beliau dimusuhi oleh seluruh penduduk negeri -bahkan oleh ayah beliau sendiri-. Tatkala beliau hendak menegakkan hujjah/argument di hadapan mereka maka beliaupun menghancurkan berhala-berhala sesembahan mereka. Akhirnya merekapun murka dan hendak membakar Ibrahim hidup-hidup dengan melemparkan beliau ke lautan api. Akan tetapi Allah menolongnya dan menjadikan api menjadi dingin dan penuh keselamatan. Ketika beliau merasa bahwa kaumnya tidak akan beriman maka beliaupun meninggalkan kaumnya dan memohon kepada Allah agar diberi keturunan yang shalih.

Allah berfirman :

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (99) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101)

Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. Maka kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS As-Shooffaat : 97-101)

Allahpun mengabulkan doa beliau, sebagai ganti atas pengorbanan beliau. Beliau meninggalkan kaumnya dan kampung halamannya maka Allah menggantikan dengan anak yang sangat sholih dan menghilangkan kesepiannya. Akan tetapi anugrah anak tersebut -yaitu Nabi Isma’il- baru Allah berikan setelah Nabi Ibrahim sangat tua. Sebagian ulama menyatakan tatkala umur Ibrahim di atas 80 tahun. Kita bisa bayangkan betapa sangat bernilai anak tersebut yang baru lahir setelah penantian puluhan tahun?. Betapa besar kasih sayang Ibrahim ‘alaihis salam terhadap Isma’il?. Sungguh menanti lahirnya seorang anak hingga puluhan tahun itu merupakan ujian tersendiri.

Namun kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama, Allah menguji Ibrahim takala sang anak -yaitu Isma’il- benar-benar dalam kondisi remaja, dan mulai membantu sang ayah. Pada saat umur itulah biasanya puncak kecintaan seorang ayah kepada sang anak. Allah berfirman :

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS As-Shooffaat : 102)

Saat itu kira-kira umur Isma’il belasan tahun dan umur Ibrahim sekitar 100 tahun, dan tentu ia mulai lemah dan mulai bertumpu kepada sang anak. Saat itulah puncak kecintaan seorang ayah kepada sang anak. Namun ternyata Allah memerintahkan sang ayah -yaitu Ibrahim- untuk menyembelih sang anak.

Ujian ini tentu lebih berat daripada ujian tatkala Ibrahim dilemparkan ke lautan api. Betapa sering seorang ayah lebih mencintai anaknya dari pada dirinya sendiri.

Ibrahim berkata dengan penuh ketenangan :

يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

“Hai anakku sesungguhnya aku sedang melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu”.

Perhatikanlah : mimpi telah berlalu…Namun Ibrahim mengungkapkannya seakan-akan beliau sedang melihat mimpi tersebut, padahal mimpi telah selesai. Ini menunjukan bahwa mimpi tersebut benar-benar hadir dalam benak beliau tatkala beliau menyampaikannya kepada putranya Isma’il.

Derajat wahyu para nabi yang paling rendah adalah melalui mimpi, lebih rendah derajatnya dari pada datangnya malaikat atau ilham langsung dari Allah apalagi bertemu langsung dengan Allah. Meskipun perintah menyembelih sang anak datang melalui derajat wahyu yang terendah namun Ibrahim sama sekali tidak ragu, tidak menanti mimpi datang untuk kedua atau ketiga kali, dan sama sekali tidak memberi penawaran kepada Allah, “Apakah ada perintah yang lain selain ini?”. Sama sekali tidak !!, Ibrahim langsung menunaikan perintah Allah.

Ibrahim tatkala menyampaikan perintah ini kepada sang anak, beliau menyampaikan juga bukan dengan keras, beliau tidak berkata, “Sesungguhnya Allah telah memerintahku untuk menyembelihmu, maka kamu harus taat”. Akan tetapi Ibrahim menyempaikannya dalam bentuk penawaran, فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى “Maka fikirkanlah, bagaimana pendapatmu?”. Tujuannya agar Isma’il juga bisa menjalankan ketaatan tanpa ada keterpaksaan, akan tetapi benar-benar karena tunduk kepada Allah. Agar Isma’il juga meraih pahala yang besar dari Allah.

Ternyata sang anak tidak kalah sabarnya dengan sang ayah. Beliau dengan serta merta menjawab يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”

 

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.

Sungguh menakjubkan iman sang ayah, dan tidak kalah menakjubkan juga adalah iman sang anak.

Allah telah menguji Ibrahim dengan ujian yang sangat berat, karena Ibrahim telah meraih predikat yang sangat tinggi, yaitu Kholillur Rahman (kekasih Allah).

Allah berfirman :

وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

“Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai Kholil Nya (kesayanganNya)” (QS An-Nisaa : 125)

Ini adalah perdikat spesial yang tidak dimiliki oleh para nabi yang lain, kecuali Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karenanya Ibrahim diuji pada perkara yang sangat ia cintai, yaitu putranya yang semata wayang yang telah ditunggu kehadirannya puluhan tahun. Semua ini agar membuktikan bahwa kecintaannya kepada Allah lebih daripada segalanya.

Sungguh betapa sering seorang hamba diuji pada perkara-perkara dunia yang sangat ia cintai, apakah berkaitan dengan istrinya, atau putranya, atau mobilnya, atau rumahnya, atau perkara-perkara yang lainnya, agar Allah membuktikan bahwa kecintaannya kepada Allah lebih dari segalanya, agar hati sang hamba tersebut tidak terikat kepada perkara-perkara dunia tersebut.

 

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd

Ma’asyirol muslimin….bagaiamanakah proses penyembelihan Isma’il?

Allah berfirman :

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103)

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya) (QS As-Sooffaat : 103)

Allah memuji keduanya, bahwasanya keduanya telah berserah diri…inilah Islam yang sesungguhnya tunduk dan pasrah dengan perintah Allah.

Ibrahim membaringkan Isma’il di atas pelipisnya agar ia tidak melihat wajah anaknya yang kesakitan tatkala proses penyembelihan berlangsung, kawatir ia mundur dari ujian berat ini. Tatkala Ibrahim benar-benar akan menyembelih sang anak…dan sang anak benar-benar telah pasrah untuk disembelih…maka Allah telah mengetahui kesungguhna mereka berdua, maka tatkala itu Allah berkata :

 وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105)

Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS As-Sooffaat : 104-105)

Artinya yaitu Wahai Ibrahim angkatlah tanganmu, hentikanlah penyembelihan tersebut. Sungguh engkau telah menjalankan perintah dalam mimpimu, dan Aku tidak perlu dengan darah anakmu.

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106)

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (QS As-Sooffaat : 106)

Akhirnya Allah menurunkan tebusannya.

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (QS As-Sooffaat : 107)

 

            Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillaahil hamd. Kaum muslimin yang berbahagia, sungguh banyak sekali pelajaran dan ‘ibroh yang bisa kita dapatkan dari kisah pengorbanan ini. Diantaranya :

Pertama : Disyariatkannya untuk meninggalkan tempat yang merupakan konsentrasi musuh Islam di situ. Sebagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan kampung halamannya karena seluruh kaumnya memusuhi dakwahnya.

Kedua : Dianjurkan untuk berdoa kepada Allah agar menganugrahkan anak yang shalih. Sungguh diantara anugrah terbesar kepada seseorang adalah memperoleh anak yang shalih.

Ketiga : Para Nabi mereka berdoa kepada Allah, karena mereka adalah hamba sehingga beribadah dan berdoa kepada sang Pencipta. Karenanya tidak boleh seseorang meminta kepada Nabi -sebagaimana kaum Nashoro meminta dan berdoa kepada Nabi Isa- apalagi meminta kepada mayat-mayat di kuburan, ini semua adalah kesyirikan.

Keempat : Disyariatkannya bermusyawarah antara seorang ayah dan anak dalam menghadapi permasalahan berat, terutama jika sang anak adalah seorang anak yang shalih dan permasalahan yang dihadapi berkaitan juga dengan sang anak.

Kelima : Orang yang beriman pasti diuji, dan semakin tinggi keimanan seseorang maka semakin berat ujiannya. Allah berfirman tentang ujian yang dihadapi oleh Ibrahim dan Isma’il :

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106)

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (QS As-Sooffaat : 106)

Ujian ini sangat berat dan sangat nyata menampakan kuatnya aqidah Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam.

Sungguh benar sabda Nabi :

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ

“Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, lalu selanjutnya dan selanjutnya”

Ujian Ibrahim Nampak pada perkara-perkara berikut :

    Ibrahim sudah sangat tua tatkala ujian tersebut. Dan beliau tentu sangat butuh dengan bantuan anaknya, akan tetapi justru sang anak diperintahkan untuk disembelih
    Orang yang diperintahkan untuk disembelih adalah buah hatinya yang telah dinanti kehadirannya puluhan tahun !!.
    Apalagi tatkala itu Isma’il adalah anak semata wayang?!
    Seseorang tatkala terkena ujian dan musibah yang lain ia masih bisa kuat menghadapinya, akan tetapi begitu terasa berat tatkala yang terkena musibah adalah buah hatinya ?
    Isma’il tatkal diperintahkan untuk disembelih bukan tatkala masih kecil akan tetapi tatkala sudah remaja. Dan saat itulah kecintaan seorang ayah kepada anaknya di posisi puncak kecintaan.
    Seandainya hilangnya dan wafatnya seorang anak karena kecelakaan atau tanpa kesengajaan maka itu tentu suatu perkara yang berat, bagaimana lagi jika ternyata sang ayah yang diperintahkan untuk menyembelih sang anak?
    Terlebih lagi anak yang diperintahkan untuk disembelih adalah anak yang sangat taat kepada orang tuanya. Sedangkan kehilangan seorang anak yang kurang taat saja sangat menyedihkan hati apalagi anak yang taat??

Keenam : Jika orang kafir saja diuji oleh Allah dalam kehidupan dunia ini, apalagi orang beriman?. Justru Allah telah berjanji untuk menguji mereka. Allah berfirman :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS Al-‘Ankabut : 2-3)

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) (QS Al-Baqoroh : 214)

Kita tidaklah berharap untuk diuji oleh Allah, akan tetapi kenyataannya kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang memang diciptakan oleh Allah untuk medan ujian.

Ketujuh : Betapa besar dan berat ujian yang dihadapi oleh seseorang maka jika seseorang bertakwa kepada Allah maka pasti ada solusinya. Lihatlah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bertakwa dan bersabar bahkan pasrah menghadapi ujian tersebut maka Allahpun mengirim tebusan berupa seekor domba sebagai pengganti Nabi Isma’il.

Allah berfirman :

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan berikan jalan keluar (solusi) baginya” (QS AT-Tholaq : 2)

Dengan takwa maka pasti ada solusi -cepat atau lambat-. Karenanya jika seseorang menghadapi permasalahan dan ujian lantas ia tidak mendapatkan solusi maka hendaknya ia mencurigai dirinya, jangan-jangan ia tidak atau belum bertakwa kepada Allah.

Kedelapan : Terkadang solusi datang di puncak kesulitan. Tebusan domba tidaklah Allah datangkan kecuali tatkala Ibrahim akan menyembelih putranya Isma’il. Maka janganlah seseorang pernah putus asa dalam menghadapi ujian.

Lihatlah Nabi Ya’qub ‘alaihis salam tatkala putranya Yusuf hilang, lalu adiknya Binyamin tertahan, lalu kakak mereka juga tertahan di Mesir, yaitu setelah ketiga anaknya tertahan maka ia berkata :

فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (83)

Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS Yusuf : 83)

Lalu beliau berkata :

يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS Yusuf : 87)

Kesembilan : Perkataan Isma’il ‘alaihis salam tatkal dikabarkan tentang perintah untuk disembelih : سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ “insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Ini adalah kalimat tawakkal kepada Allah, dimana Isma’il menyerahkan kesabarannya kepada kehendak Allah. Kalimat yang jauh dari sikap ujub, dan kalimat inilah yang menyebabkan datangnya kekuatan dari Allah dan pertolongan dari Allah.

Kesepuluh : Sikap Ibrahim tatkala hendak menyembelih putranya dengan membaringkan Isma’il di atas pelipisnya adalah diantaranya untuk menghilangkan segala gangguan yang bisa menghalangi seseorang dalam menjalankan perintah Allah. Karena jika Ibrahim melihat wajah Isma’il yang kesakitan tatkala disembelih bisa jadi hatinya menjadi kurang kuat dalam menjalankan perintah Allah. Maka seseorang tatkala menjalankan perintah Allah berusaha menghilangkan seluruh rintangan dan gangguan yang bisa memundurkannya dari menjalankan perintah Allah.

Kesebelas : Kecintaan Ibrahim kepada anaknya tidak menghalangi beliau untuk menjalankan perintah Allah kepada sang anak. Namun sebaliknya ada sebagian orang tua yang terlalu cinta kepada anaknya sehingga kasihan untuk membangunkan sanga anak dari tidurnya yang pulas untuk sholat subuh. Ini adalah kecintaan yang keliru yang justru merupakan bentuk pengkhianatan kepada agama sang anak. Justru kalua orang tua sayang kepada sang anak maka seharusnya ia membangungkan sang anak untuk sholat subuh.

Kedua belas : Karena kisah pengorbanan Ibrahim inilah disyari’atkannya kurban setiap tahun. Kisah ini hampir semua kaum muslimin mengetahuinya. Akan tetapi apakah semua kaum muslimin tatkala menyembelih kurban menghadirkan kisah pengorbanan ini dalam hatinya?

Ketiga belas : Menyembelih sembelihan karena Allah adalah ibadah yang mulia. Allah menggandengkannya dengan ibadah sholat.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka sholatlah hanyak kepada Robbmu dan sembelihlah (hanya kepada Robbmu)” (QS Al-Kautsar : 2).

Maka sebagaimana sholat tidak boleh diserahkan kecuali hanya kepada Allah, maka demikian pula tidak boleh seseorang menyembelih kepada selain Allah, karena hal itu merupakan kesyirikan, seperti menyembelih kepada jin yang sering dilakukan oleh sebagian saudara kita yang tidak mengetahui akan dosa kesyirikan tersebut.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar…para hadirin sekalian silahkan menyembelih hewan kurban kalian, semoga Allah membalas pengorbanan kalian dengan surgaNya.

Berbahagialah pada hari ini….masukanlah rasa senang kepada orang tua, kepada kerabat, kepada anak-anak…beri hadiah kepada mereka…agar mereka tahu bahwasanya mereka sedang berlebaran…

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ وَأَنْعِمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ  يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Ya Allah ampunilah kaum mukminin dan mukminat, kaum muslimin dan muslimat, yang masih hidup maupun yang telah tiada…

Ya Allah ampunilah kedua orang tua kami, yang telah bersusah payah merawat kami…

Ampunilah ibu kami, yang telah bersusah payah mengandung kami selama sembilan bulan…yang telah berusah payah bertarung  melawan kematian tatkala melahirkan kami…yang menahan tidur dengan berlinang air mata tatkala kami sedang sakit…yang begadang demi menidurkan kami tatkala kecil…

Ya Allah ampunilah ayah kami yang telah bekerja keras, berpanas-panas dibawa terik matahari, membanting tulang siang dan malam, semuanya demi membiyai kehidupan kami….Ya Allah ampuni dosa-dosa kami yang tidak mampu dan kurang berbakti kepada mereka, yang belum bisa membahagiakan mereka sebagaimana mestinya…yang terkadang masih pelit terhadap mereka…masih perhitungan untuk mereka…
Ya Allah tolonglah saudara-saudara kami di Palestina dan Suria dan Burma….yang hidup dalam penderitaan…yang merayakan hari lebaran dengan aliran air mata dan bunyi letupan senjata dan ledakan….yang berhari raya dengan rasa lapar dan ketakutan…

Angkatlah penderitaan mereka, sabarkanlah mereka….kuatkanlah hati mereka…

اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا فِي مَقَامِنَا هَذَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ مَرِيْضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا هِيَ لَكَ رِضَى وَلَنَا فِيْهاَ صَلاَحٌ إِلاَ أَعَنْتَنَا عَلَيْهَا وَيَسَّرْتَهَا لَنَا

 Ya Allah, janganlah Engkau biarkan di tempat kami ini ada satu dosapun kecuali Engkau maafkan, tidak ada seorangpun yang sakit kecuali Engkau sembuhkan, tidak ada kesedihan kecuali Engkau hilangkan, tidak ada hutang kecuali Engkau lunaskan, dan tidak ada satupun kebutuhan dunia yang baik bagi kami dan Engkau ridoi kecuali Engkau menolong kami untuk meraihnya dan Engkau mudahkannya bagi kami.

Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com

Logo

Artikel asli: https://firanda.com/1793-mendulang-faidah-dari-kisah-pengorbanan-nabi-ibrahim-alaihis-salam-khutbah-iedul-adha-1438-h-2017-m.html